Rabu, 20 Januari 2021

Pengalaman Menulis Dalam Waktu Tujuh Hari

Malam ini, Rabu tanggal 18 November 2020 merupakan malam ke-20. Kembali Bu Aam bertindak sebagai moderator dan membuka kelas tepat waktu. Sebelum mempersilakan pemateri menyampaikan ilmunya, Bu Aam mengajak para peserta untuk berdoa bagi kesembuhan Omjay. 

Adapun narasumber malam ini adalah Ibu Eva Hariyati Israel, S.Kom. Beliau berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Bu Eva adalah alumni kelas belajar menulis gelombang 7, satu angkatan dengan Ditta Widya Utami, yang telah menjadi narasumber beberapa waktu yang lalu. Beliau juga menjadi sahabat Rumah Belajar tahun 2019 dan 2020. 



Sebagai narasumber, Bu Eva memberikan sebuah tulisan dari blognya. Di dalam tulisan tersebut terdapat pengalaman belajar menulis. Mari kita baca di link https://evaman219.blogspot.com/2020/09/menulis-buku-7-hari-mungkinkah.html

Selanjutnya, narasumber berbagi tentang pengalamannya dalam melakukan proses editing buku bersama penerbit hinga proses terbitnya buku pertamanya. Setelah buku dinyatakan diterima tanpa revisi oleh penerbit mayor (penerbit Andi), maka proses selanjutnya adalah editing pertama yang dilakukan oleh pihak penerbit. 

Proses editing ini melalui beberapa tahapan hingga buku terbit. Berikut adalah tahapan-tahapannya.

1. Editing Sampul. Perasaan apa yang dirasakan seorang penulis saat pertama kali menerima sampul calon bukunya? Bu Eva menyatakan, “Saat sampul pertama kali dikirim, rasanya sudah sangat senang sekali sepeti melihat buku saya sudah jadi.” 

2. Editing naskah. Ini dilakukan oleh penerbit, sedangkan tata kelola urutan dan tulisan disesuaikan dengan konsep dan gaya bahasa penulis. 

3. Setelah editing yang dilakukan penerbit, naskah proof dikirim kembali ke penulis beserta surat perjanjian penerimaan naskah dan royalty bagi penulis. Sebagai penulis kita diberi kesempatan melihat kembali susunan dan tata bahasa buku kita sebelum dinaikkan ke proses cetak. 

4. Setelah editing oleh penulis naskah kembali dikirim ke penerbit untuk selanjutnya naik ke proses cetak. 

Berselang satu bulan setelah editing naskah proof dikirim, akhirnya tibalah masa yang ditunggu-tunggu, yaitu launching buku pertama yang dirangkai dengan seminar Digital Mindset yang disajikan melalui bincang daring bersama Prof. Eko melalui zoom dengan TV Andi. Inilah salah satu keuntungan jika buku kita diterbitkan penerbit mayor. Sebagai penulis kita tidak lagi dibebani dengan kegiatan marketing. 

Nah, Seperti apa acaranya bisa disimak dalam vidio youtube berikut: https://youtu.be/YspVsvQWTSo. Link video ini juga bisa dilihat pada tulisan blog narasumber. Menurut pengakuan Bu Eva, banyak hal yang ia dapatkan dari grup belajar menulis bersama Omjay. Sehingga, sebagai peserta, ia betul-betul bisa merasakan adanya pengembangan diri. 

Manfaat Menulis Bersama komunitas

Banyak hal menarik yang bisa diperoleh dari kegiatan menulis bersama komunitas. Bahkan, belajar menulis itu sebuah proses yang mengasyikkan. Apalagi ketika tulisannya lolos dan bisa terbit di sebuah penerbit mayor semisal Andi Publisher. Manfaat lainnya adalah bertambahnya wawasan dan ilmu tentang publikasi serta teknik dalam menentukan tema yang sesuai dengan tren zaman. Selain itu, grup menulis bersama Omjay juga kerap menghadirkan para pemateri yang luar biasa dan selalu memotivasi. 

Nah, dari ketekunan mengikuti proses pembelajaran tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tulisan bisa tembus ke penerbit mayor. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi adalah: 

1) Telusuri daya pikat tema yang akan ditulis. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan google trends. Tema yang bagus biasanya cenderung menunjukkan grakfik yang bagus pula. 

2) Bila profil penulis terkenal dan kredibel, maka peluangnya semakin bagus. Maka, teruslah berkarya agar kita semakin kredibel. 

3) Bila target pasar menguntungkan.

4) Bila ragarm tulisan sesuai dengan visi dan misi penerbit.



Setelah Buku Pertama Terbit

Adapun keuntungan yang bisa kita dapatkan bila berhasil menulis dan buku itu betul-betul terbit adalah sebagai berikut. 

1) Kepuasan batin. Ini adalah sebuah keadaan yang tak bisa terlukiskan. Kepuasan batin ini tidak bisa kita ukur dengan apa pun. 

2) Meningkatnya integritas, kredibilitas, dan rasa percaya diri yang semakin baik.

3) Bertambahnya motivasi.

4) Terbuka peluang baru untuk menjadi narasumber, motivator menulis, dan hal-hal positif lainnya.

5) Mendapat royalty.



Bu Eva merasa sangat bahagia ketika penjualan bukunya mencapai 100 eksemplar. Banyak teman-temannya sesama guru yang memesan dan memborong bukunya. Jelas, ini merupakan pencapaian yang luar biasa. Selain itu, ini juga merupakan sebuah bentuk dukungan dan motivasi agar lebih giat lagi. Apalagi dengan dukungan komunitas seperti PGRI yang merupakan berkah tersendiri. Buku mendapat apresiasi dan dilabeli logo PGRI pada sampul depannya. 

Antara Motivasi dan konsistensi

Tidak semua orang menyukai menulis. Begitu pula, tidak semua orang yang suka menulis melakukannya dengan konsisten. Karena itu, pemateri menyampaiakn perlunya sebuah dorongan yang membuat kita bisa selalu bersemangat dalam melakukannya. Itulah perlunya motivasi. 

Narasumber menyampaikan tentang motivasinya menulis. Ia menulis untuk berbagi dan berkarya. Dengan menulis, kita dapat membagikan ilmu yang bermanfaat dan sekaligus menghasilkan sebuah karya yang tidak akan hilang di telan zaman. 

Bu Eva mengakui, sekalipun motivasi itu telah tertanam di dalam benaknya, namun ia tidak bisa konsisten. Dalam hal ini, maksudnya adalah tidak bisa melakukan aktivitas menulis secara konsisten setiap hari. Namun, ia lebih suka melakukan kegiatan menulis bila menemukan sebuah ide. Karena itu, ia menulis apabila telah mennemukan ide dan mendapatkan semangat yang cukup untuk melakukannya. Dengan cara seperti itulah, kegiatan menulisnya lebih mengalir. 

Selain motivasi, dukungan dari lingkungan juga cukup membantu. Menur Bu Eva, keberadaan grup belajar menulis cukup memberikan dukungan bagi terasahnya semangat dan keterampilannya dalam menulis. Dengan dukungan dari komunitas yang memiliki visi dan misi yang sama untuk mengembangkan diri, kita pun semakin terpacu untuk terus menulis dan menghasilkan karya. 

Pengalaman menulis buku selama tujuh hari cukup membuktikan bahwa motivasi dan konsistensi adalah dua hal yang sangat diperlukan untuk menjaga stamina menulis. Selain itu, menulis dengan target waktu yang hanya satu minggu itu, kiat pokoknya adalah fokus dan yakin. Tanamkan keyakinan bahwa kita sedang melakukan atau memulai sebuah kegiaatn yang baik. Maka, kita harus menuntaskan dan menyelesaikannya. 

Lakukan aktivitas itu dengan perasaaan tenang, nyaman, dan sepenuh hati. Nikmati setiap prosesnya. Yakinlah bahwa bila kita melakukan sebuah kebaikan, maka kebaikan-kebaikan yang lain akan menyertai, termasuk semangat yang akan semakin melimpah sehingga membuat kita semakin termotivasi untuk meghailkan sebuah karya. 

Terakhit, menurut Bu eva, tantangan terberat dari menulis tujuh hari itu selain keyakinan dan tekad adalah ide. Kira-kira ide apa yang akan ditulis? Nah, Bu Eva memiliki kiat khusus dalam hal ini. Yaitu dengan melakukan refleksi atas kegiatan yang dilakukan selama ini. So, teruslah berkarya. Buatlah rencana. Lalu, laksankan dan refleksikan. Maka, akan terlahir sebuah karya bila kita menuliskannya. 











Selasa, 05 Januari 2021

Menulis Sambil Traveling

 Hari Senin malam, tanggal 16 November 2020, jam 19.00, kembali Bu Aam Nurhasanah membuka kelas. Suasana masih berkabung. Pasalnya, Omjay sang komandan program belajar menulis bersama Omjay masih sakit akibat virus corona. Bahkan, siang tadi terkonfirmasi positif covid. Namun, seperti kata pepatah, apa pun yang terjadi pertunjukan harus tetap berjalan, the show must go on

Sambil mengajak peserta berdoa untuk kesembuhan Omjay, Bu Aam memperkenalkan pemateri malam ini. Nama narasumber malam ini adalah Taufik Hidayat, SE, S.Si, M.Si. Beliau bekerja sebagai seorang dosen dan telah mengunjungi tujuh puluh negara di lima benua. Bahkan, pengalamannya itu tak disia-siakan. Semua pengalamannya dituangkan dalam bentuk buku. Sebagai seorang penulis, beliau mempunyai nama pena Taufik Uieks. 


 Sembari menunggu Pak Taufik menunaikan kewajiban salat isya', para peserta mendapat link tulisan beliau yang kebanyakan merupakan artikel perjalanan. Tentu saja tak semua orang bisa berkunjung ke berbagai negara, apalagi hingga tujuh puluh negara. Sangat sayang bila tidak menuliskannya. Itulah mengapa Pak Taufik selalu mengabadikan pengalamannya di dalam tulisan-tulisannya.

Berikut adalah beberapa link tulisan yang disarankan agar dibaca para peserta. 

1) Tulisan tentang kisah misteri arwah gentayangan di Broadway, New York. https://risalahmisteri.com/detail/541/kisah-misteri-pertemanan--hantu-broadway-di-newyork

2) https://www.risalahmisteri.com/member/profile/31

3) https://www.kompasiana.com/taufikuieks/5519e38ba33311681cb65971/secangkir-kopi-untuk-perdamaian-dari-rwanda

4) https://terbitkanbukugratis.id/taufikuieks/11/2020/gak-nyangka-di-brunei-ada-jalan-ong-sum-ping/


Banyaknya tulisan di berbagai blog, menjadi lumbung untuk buku-buku yang diterbitkannya. Tulisan yang terserak tersebut lalu dikumpulkan dalam bentuk buku. tentu saja setelah digabungkan berdasar tema-tema yang memiliki kesamaan. Misalnya, di buku berjudul Tamasya Ke Masa Depan Jilid 2, terdapat artikel perjalanan ke Meksiko. 





Dari artikel yang terserak itu, setelah dikumpulkan ternyata bisa menjadi sebuah buku yang menarik. Berikut adalah contoh tulisan artikel lainnya yang telah menjadi bagian sebuah buku berjudul Jejak Langkah Menuju Baitullah Jilid 3. Tulisan ini merupakan artikel perjalanan tentang Masjid Niujie di Beijing.


Pada kuliah malam ini, narasumber menegaskan bahwa beliau akan berbagi tentang pengalaman menulis berdasarkan perjalanan. Ternyata, dari sebuah kisah perjalanan, bisa ditulis dalam bentuk artikel dan selanjutnya bisa dijadikan buku. Menurut Pak Taufik, tulisannya bisa dibaca di berbagai media, baik blog maupun majalah, seperti Majalah Intisari, Majalah Angkasa, Majalah Colour Garuda, dan sebagainya.

Beberapa karya berupa buku telah terbit berjilid-jilid. Inspirasi menulis dari perjalanan mulai dilakukan sejak tahun 2004. dan hasilnya adalah beberapa judul buku berikut ini.
1) Mengembara Ke masjid-Masjid di Pelosok Dunia. Buku ini diterbitkan Peniti Media pada tahun 2015.
2) 1001 Masjid di 5 Benua. Diterbitkan oleh Mizan pada tahun 2016
3) Jejak Langkah Menuju Baitullah, jilid 1-3. Terbit tahun 2020
4) Tamasya Ke Masa Depan, jilid 1-2.

Trik Menulis Artikel Perjalanan
Nah, lantas bagaimana trik menulis pengalaman perjalanan? Ada beberapa hal yang harus kita lakukan.
1) Mengamati. 
2) Membuat foto.
3) Diskusi dan wawancara.
4) Mencari informasi tambahan.
5) Mencari keunikan.
6) Merangkum dalam tulisan.

Selain itu, bila kita melakukan perjalanan ke mancanegara, lebih baik bila kita berusaha mengetahui atau mengenal sedikit banyak tentang budaya, bahasa, kebiasaan, dan sejarah tempat yang dituju. Kita juga bisa bercerita berdasarkan foto yang ada . Melalui foto, kita bisa melukiskan kembali detail keadaan, ruangan, arsitektur, bangunan dan sebagainya. Selain itu, perhatikan pula siapa saja yang ada,  bagaimana suasana di sekitar, dan seperti apa cuacanya. Semua itu akan sangat berguna untuk mempermanis tulisan kita.

Pak Taufik Uieks memberikan sebuah artikel berjudul Langlang untuk Pak Taufik. Artikel ini telah dimuat majalah Intisari. Di dalamnya Pak taufik menceritakan pengalaman  travelling dengan foto-foto dan menuliskannya untuk majalah agar bisa dinikmati orang banyak. 

Dalam artikel tersebut, Pak Taufik menggunakan bahasa yang sederhana namun menarik. Dalam tulisan tulisannya Pak taufik juga sedikit memasukkan dialog atau percakapan dalam bahasa lokal. Walaupun hanya bisa sedikit sedikit. Inilah yang akan membuat tulisan lebih menarik dan hidup.

Untuk membuat buku, bisa dimulai dari menulis artikel. lalu, artikel-artikel yang temanya sama, dikumpulkan dan dijadikan satu buku. Inilah yang dilakukan oleh Pak Taufik. Sebagai contoh, perjalanannya ke masjid-masjid ia tuliskan. Lalu, setelah terkumpul jadilah kumpulan artikel tentang masjid. Lalu, kumpulan artikel itu diterbitkan dalam wujud sebuah buku.

Kebiasaan menulis perjalanan ke masjid-masjid pada awalnya berjalan begitu saja. Namun, begitu tulisannya menjadi banyak, Pak Taufik tak menyangka bahwa tulisan tersebut bisa dicetak menjadi buku. Sehingga, ia pun menjadi semakin termotivasi untuk selalu menuliskan perjalanannya ke masjid-masjid. Akhirnya, setiap mampir ke suatu masjid, ia berusaha memfotonya dan kemudian menulisnya.

Pengalaman mencari masjid di luar negeri tidak selalu mudah. Ada negara yang masjidnya gampang  ditemukan. Namun, ada juga negara yang masjidnya sulit dijumpai. Salah satu negara yang masjidnya sulit ditemukan adalah Athena. Masjidnya terletak di bawah tanah. 

Karena itu, Pak Taufik melihat ini sesuatu yang unik untuk ditulis. Bahkan ia pun pernah menyempatkan diri menjadi marbot di masjid tersebut. Bisa dibaca pada link https://www.kompasiana.com/taufikuieks/5508ea28813311931cb1e273/menjadi-marbot-di-masjid-bawah-tanah-di-athena-lawatan-ke-masjid-masjid-di-mancanegara-10.

Ada penanya yang penasaran, kok bisa Pak Taufik berkeliling hingga ke tujuh puluh negara. Ternyata jawabannya simpel saja. Itu karena terkait pekerjaannya. Berikut sedikit tulisan tentang profil Pak Taufik https://en.minanews.net/taufik-uieks-masjid-wander-50-countries/.


Mimpi yang Menjadi Kenyataan
Mungkin kita bertanya-tanya apa motivasi Pak Taufik menuliskan jejak perjalanannya? Bila menyimak paparannya, dapat ditemukan sebuah alasan. Ini tidak terlepas dari sebuah keinginan untuk selalu maju dan lebih baik dari sebelumnya.

Pak Taufik mengakui, sejak kecil belum pernah naik pesawat terbang hingga tamat SMA. Namun, sejak SMA ia suka menghafal peta buta dunia. Ia juga menghafal negara bagian Amerika dan Uni Soviet dengan harapan suatu saat bisa ke sana. Siapa sangka ternyata pada tahun 1989 ia bisa ke Amerika dan tahun 2008 bisa ke Rusia. Meskipun Uni Soviet sudah tidak ada, ia masih bisa berkunjung ke negara-negara eks Uni Soviet,  seperti Georgia, Latvia, Azerbaijan, Armenia, Belarus, dan sebagainya.
 
Jadi dengan mimpi dan keinginan kuat, akhirnya betul-betul menjadi kenyataan. Sejak SMA, Pak Taufik sangat mengagumi banyak penulis. Ia banyak membaca tulisan Leo Tolstoy, Ernest Hemingway, dan sebagainya. Untuk penulis Indonesia, ia membaca buku Pramoedya Ananta Toer. Ia bermimpi bahwa suatu saat bisa menulis buku, walau belum bisa seperti mereka. Jadi, menulis itu dimulai dengan membaca.

Pada saat melakukan perjalanan, kita perlu mengambil gambar. Sebab, dari sebuah foto kita bisa mengenang kembali keadaan waktu kita di sana. Selanjutnya kita gambarkan situasinya, keadaan sekitar, atau bangunan yang kita amati . Lalu, kita tuangkan dalam tulisan .

Dalam buku masjid misalnya. Pak Taufik menggambarkan suasana ruang salat, mimbarnya, mihrabnya, sajadah dan karpetnya, dindingnya, dan langit-langitnya, Selain itu kita bisa saja menuliskan tentang  orang yang sedang salat, isi khutbah, dan sebagainya.

Dari satu foto saja bisa jadi satu halaman. Perihal agar menjadi enak dan menarik dibaca, itu tergantung gaya bahasa yang dipakai. Karena itu, jangan monoton. Gunakanlah teknik teknik menulis, misalnya dengan menggunakan gaya  flash back.

Pada tulisan mengenai makam jendral muslim nasionalis di Taipei,  Pak Taufik memulai dari tertidur di kursi makam. Kemudian terbangun dan mulai dari perjalanan naik taksi menuju  makam. Kemudian ia melukiskan sepinya suasana pemakaman, arsitektur makam, serta tulisan Arab dan Cina yang ada di pusara. Lalu, kutiplah tulisan yang ada. Cari tahu sejarahnya, dan sebagainya. 

Dari berkunjung ke makam kita bisa belajar sejarah bahwa banyak jendral muslim yang ikut Chiang Kai Shek ke Taiwan waktu Tiongkok dikuasai komunis . Bahkan, jendral Bai ini jadi menteri pertahanan Republik Tiongkok.

Selanjutnya, sebagai penulis kita juga perlu melakukan branding. Caranya bagaimana? Wah, ini jawabannya berbeda-beda untuk setiap individu. Sebagai penulis, kita harus tahu kuat di mana.  Bila sudah tahu, maka tulislah hal-hal yang kita suka dan kita kuasai. Dari situlah kita akan memiliki branding. Pak Taufik misalnya, suka travel dan suka belajar sejarah, bahasa, sastra dan sedikit misteri.  Makanya ia menulis tentang travel, tentang bahasa, tentang sejarah, dan juga sesekali tentang misteri.

Nah, bagaimana cara kita mengumpulkan bahan untuk tulisan? Sederhana saja. Kalau kita ke masjid atau tempat wisata, biasanya ada prasasti mengenai sejarah masjid. Lalu, kita bisa wawancara imam masjid atau penduduk setempat. Kadang-kadang ada brosur.  Atau kalau mau tambah kaya bisa dilengkapi dengan mencari info di internet. Misalnya, sebuah masjid di Wellington, Selandia Baru bercerita bahwa yang membawa Islam ke Selandia baru adalah pekerja tambang dari Cina.

Demikianlah, untuk menjadi penulis ternyata harus dimulai dari niat atau mimpi. Lalu, membaca. Dan selanjutnya adalah menulis.