Minggu, 22 November 2020

Proses Kreatif Menulis Buku dalam Seminggu

Rabu malam, tanggal 11 November 2020, jam 19.00 perkuliahan di grup whatsapp Belajar Menulis Gelombang 16 dimulai. Pemateri kali ini adalah seorang ibu guru yang mengajar di SDN No. 30 Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Namanya adalah Jamila K. Baderan. Dalam dunia menulis, seperti yang dapat dibaca di dalam blog pribadinya, ia telah melahirkan dua buku solo dan satu buku karya bersama dengan Prof Eko Indrajit. 

Buku solonya berjudul Kwartet Media Bermain dan Belajar (2018) dan Ekspektasi vs Realitas (2019). Sedangkan buku karya bersamanya berjudul Design Thinking Membangun Generasi Emas dengan Konsep Merdeka Belajar (2020). Lebih jauh tentang profil narasumber bisa disimak pada tautan https://encikmila.blogspot.com/2020/11/profil.html.



Moderator malam ini adalah Bu Aam Nurhasanah. Ia membagi forum dalam dua sesi, yaitu presentasi dan tanya jawab. Sebelum menyerahkan waktu kepada narasumber, ia mengajak para peserta berdoa untuk kesembuhan Omjay yang sedang sakit. Usai memimpin doa, moderator mempersilakan narasumber masuk kelas.

Narasumber masuk kelas dengan menyapa para peserta menggunakan ucapan salam. Setelah itu, ia menyampaikan terima kasih kepada Omjay atas kesempatan berbagi kepada para peserta. Ia juga berterima kasih kepada moderator. Lalu, berdoa untuk Omjay. Begitulah orang-orang hebat bersikap. Selalu bersyukur dan berterima kasih. Selalu tidak melupakan peran orang lain. 

Setelah melakukan aktivitas prolog narasumber pun menyampaikan materinya. Disadari atau tidak, setiap orang memiliki ekspektasi dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Peserta grup whatsapp Belajar Menulis ini pun pasti memiliki ekspektasi dari kegiatan yang diikutinya. Namun, tidak semua ekspektasi bersesuaian dengan realitas yang dihadapi. Itulah yang kemudian menginspirasi narasumber yang biasa dipanggil Bu Mila ini menulis sebuah buku dengan judul Ekspektasi vs Realitas.


Berkaitan dengan belajar menulis, pastilah harapan terbesarnya adalah melahirkan karya berupa buku. Dengan menulis buku, kita berharap bisa meninggalkan jejak dan peninggalan yang baik setelah kita tidak lagi bisa bernafas. Namun, tentu saja menulis buku itu harus ditempuh dengan sebuah proses yang bisa jadi akan sangat panjang. 

Memang benar bahwa menulis itu tampak sangat mudah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menulis. Namun, bila kita mencermati lebih jauh, pembaca yang akan membaca karya kita pastilah memiliki ekspektasi. Karena itu, kita pun berpikir tentang karya yang kita hasilkan. Betulkah karya kita sudah memenuhi ekspektasi para pembacanya? 

Ketika kita menulis sebuah buku, kita mesti menulisnya dengan sebuah keinginan mulia. Bahwa karya kita memiliki nilai yang tinggi sehingga mampu memberikan manfaat bagi orang lain, terutama masyarakat pembaca yang membaca karya tersebut.

Nah, berbicara tentang bagaimana mewujudkan sebuah ekspektasi, kita perlu menyadari bahwa hal itu tidaklah semudah yang kita bayangkan. Contohnya, dalam hal menulis sebuah karya bermutu tinggi jelas tidak gampang. Banyak tantangan dan rintangan yang menghambat di hadapan kita. Tantangan tersebut bisa berasal dari luar dan juga dari dalam diri kita sendiri.

Dibanding hambatan yang berasal dari luar, hambatan dari dalamlah yang lebih berat untuk dihadapi. Sering kali kita dihadapkan pada mood yang buruk atau niat yang kurang kuat. Karena itu, untuk mengubah ekspektasi menjadi prestasi, ada dua hal perlu kita ubah, yaitu mindset dan passion

Mindset adalah cara dalam memandang sesuatu yang mempengaruhi sikap dan tindakan kita. Sedangkan passion adalah sesuatu yang membuat kita menikmati apa yang kita lakukan sehingga tidak pernah merasa bosan. 

Kedua hal inilah yang  dibahas secara detail oleh Bu Mila dalam bukunya. Buku yang ditulis secara kolaboratif bersama dengan Prof. Eko Indrajit ini diterima dan diterbitkan oleh Penerbit Andi dengan tanpa revisi.

Nah, ada secuil kisah terkait proses kreatif penulisan buku tersebut. Sebenarnya, saat menerima tantangan Prof. Eko untuk menulis buku dalam seminggu, ada sejuta keraguan yang menyelimuti hati dan pikiran Bu Mila. Ada berbagai pemikiran negatif menghantui. Namun, itu semua dapat ia tepis dengan kenekatan, niat dan tekad yang kuat, serta konsistensi.

Pola pikir positif itulah yang akhirnya mengubah ekspektasi menjadi sebuah prestasi. Bu Mila terperanjat seolah tak percaya, saat Pak Joko mengumumkan bahwa tulisannya lolos tanpa revisi.  Ia tidak pernah menyangka bahwa tulisan yang menurut penilaian pribadinya hanyalah tulisan biasa, ternyata memiliki takdir yang luar biasa.

 Dari pengalaman itulah, Bu Mila belajar beberapa hal dalam menulis, yaitu bahwa hendaknya kita
1. menulis apa yang ingin kita tulis
2. menulis apa adanya, tanpa beban dan tekanan
3. menjadikan menulis sebagai sebuah kebutuhan
4. menulis hingga tuntas, dengan tanpa memikirkan editing
5. menulis dalam waktu yang tidak terlalu lama.
6. tidak memikirkan baik buruknya tulisan kita, karena pembacalah yang nantinya akan memberikan penilaian

Mengatasi Kendala Menulis
Dalam menekuni dunia menulis, terkadang ada beberapa hambatan yang membuat kita terhenti seperti sebuah kendaraan yang sedang membentur tembok. Terkadang kita terhenti karena tidak punya ide. Bagaimana cara mengatasinya? Dalam hal ini kita bisa menulis apa saja yang ada di sekitar kita. Dengan sedikit memperhatikan lingkungan sekitar, atau bahkan benda yang ada di  hadapan kita, atau anak-anak yang bermain di hadapan kita, itu bisa menjadi sumber ide.

Selain lingkungan sekitar, kita juga bisa menulis apa saja yang terlintas di pikiran kita saat itu juga. Kita bisa menuliskan hal-hal kecil yang barangkali dianggap remeh orang lain. Namun, bagi seorang penulis sesungguhnya tidak ada hal yang remeh. Karena semua hal bisa dipoles menjadi sesuatu yang bermakna. 

Terkadang kita menemukan ide, tetapi tidak ada media. Maka, segeralah manfaatkan benda apa saja yang sedang kita bawa. Kita bisa menulis di secarik kertas, atau di handphone. Menurut, Bu Mila, ia pernah menulis di telapak tangan dan di pahanya. Itu karena ia sedang tidak membawa media lain. Menuliskan lintasan ide itu penting karena bila ditunda, bisa jadi ide itu akan menguap dan hilang.

Hambatan lainnya karena tidak memiliki hobby menulis. Bila seperti ini, maka jalan satu-satunya adalah terus menulis. Sebab, hobby itu adalah sesuatu yang dilakukan secara terus menerus. Mungkin, pada awalnya kita tidak hobby menulis, tapi bila kita terus menulis, itu akan menjadi hobby baru. 

Ada juga penulis yang terhambat oleh mood. Bu Mila merasa dirinya termasuk penulis yang moody. Namun, dengan tekad dan niat yang kuat ia berhasil memenuhi ekspektasinya. Tantangan berat dari Prof Eko dapat ia rampungkan berkat keteguhan tekad dan niat. Meskipun awalnya tidak yakin dan merasa berat, namun akhirnya ia mencapai realitas yang diidamkan.

Hambatan lain adalah godaan editing. Sering kali penulis tergoda untuk segera mengedit tulisan yang belum selesai. Padahal, dengan cara itu tulisannya tak akan pernah selesai. Maka, untuk mengatasi hal ini hanya dengan  satu kata, yaitu tuntas. Dengan prinsip menulis tuntas, maka kita tidak akan tergoda untuk berhenti menulis sebelum tulisan tersebut selesai. 

Sebagian orang menganggap kemampuan menulis belum seberapa. Mereka menganggap dirinya masih berada dalam tataran what to write, dan masih belum menapaki what is it for, untuk apa menulis dan apa manfaatnya. Untuk mengatasi hal ini, hendaknya kita menulis tanpa beban dan tekanan. Menulislah tanpa penilaian pribadi terlebih dahulu. Menulislah secara bebas tanpa tekanan. Masalah penilaian biarlah pembaca yang melakukannya.

Proses Kreatif Menulis Buku dalam Seminggu
Menulis buku tidaklah gampang. Apalagi menulisnya dalam waktu seminggu. Itu tampak mustahil bagi seorang penulis pemula. Namun, segala hal ada ilmu dan rahasianya. Ketika ada peserta yang bertanya tentang bagaimana proses kreatif menulis dalam waktu seminggu, narasumber menjawab sebagai berikut.

Proses kreatif menulis tidak terlepas dari aktivitas membaca. Sebab, antara membaca dan menulis ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Menulis tanpa membaca tentu akan dangkal. Dalam hal menulis dalam waktu seminggu, tentu saja membutuhkan sebuah perjuangan ekstra. 

Ibaratnya siang jadi malam dan malam pun jadi siang. Namun bila diurutkan langkah awal dilalui dengan membuat judul. Lalu membuat kerangka. Setelah itu mencari referensi dan menuangkannya dalam paragraf. Selebihnya adalah menulis hingga tuntas. Terakhir sekali adalah editing.

Penutup
Narasumber menyampaikan pesan terakhir setelah menjawab pertanyaan para peserta. "Bahwa menulis merupakan suatu tantangan antara harapan dan kenyataan. Ekspektasi dalam menulis harus terus kita perjuangkan dengan niat, tekad, nekad dan konsisten. Realitas berupa prestasi adalah buah dari perjuangan. Maka berjuanglah menuntaskan karyamu, agar jejak yang ditinggal bermanfaat bagi generasi setelah kita."





Terima kasih telah membaca. Masukan yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di postingan selanjutnya. Salam. Badrul Munir



Sabtu, 21 November 2020

Meretas Jalan Menjadi Penulis Buku

 Resume yang sedang Anda baca ini saya tuliskan dari perkuliahan yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 9 November 2020. Sebelum saya sampaikan mengenai konten materinya, kita akan mengenal narasumber terlebih dahulu. Beliau adalah Ditta Widya Utami, S.Pd. Sehari-hari berprofesi sebagai guru di SMPN 1 Cipeundeuy, Subang. 

Guru yang masih muda ini lahir pada di Subang, 23 Mei 1990. Alumni Pendidikan Kimia UPI (2012) ini telah banyak menorehkan karya tulis. Ada buku karya tunggal berjudul Lelaki di ladang Tebu. Selebihnya adalah buku karya bersama sebanyak delapan buah buku. Salah satu buku karya bersama itu ditulis bersama Prof. Eko Indrajit yang berjudul Menyongsong Era Baru Milenial (2020). Lebih jauh mengenai profilnya, bisa dibaca pada tautan https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html.

Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Bu Kanjeng. Beliau membuka acara dengan prolog bincang santai dengan para peserta. Suasana grup pun berubah menjadi ramai dan ceria. Pembagian waktu untuk materi sebanyak 40 menit dan selebihnya digunakan untuk tanya jawab.

Setelah dipersilakan moderator, narasumber segera menyapa para peserta dengan salam. Lalu, ia menyampaikan terima kasih kepada Omjay yang telah memberikan kesempatan kembali menjadi pemateri. Bu Ditta mengajak para peserta untuk berdoa agar Omjay segera sembuh dari sakitnya.

Selanjutnya, narasumber mulai menyampaikan materi. Ia memulai dengan sebuah quote yang sangat menarik, "Saya hanya sebutir pasir yang banyak dijumpa. Masih harus banyak belajar dan belajar banyak. Berbagi adalah adalah salah satu cara ampuh untuk belajar. Oleh karena itu, saya sungguh  berbahagia bisa berbagi bersama Bapak dan Ibu semua." Quote ditutup dengan emoticon senyum dan kedua tangan terkatup.

Agar lebih dekat, narasumber kembali memperkenalkan diri dengan membagikan beberapa tautan terkait profilnya. Satu tautan terhubung dengan blog seperti yang sudah tertulis di atas. Satu lagi tautan bisa dijumpai di instagram https://www.instagram.com/dittawidyautami/. Untuk yang di youtube bisa dilihat melalui tautan https://www.youtube.com.dittawidyautami.

Topik dalam perkuliahan malam ini adalah tentang bagaimana memulai menulis. Sejatinya, menulis adalah sebuah kegiatan yang sangat dekat dengan keseharian kita. Sebagai seorang guru misalnya, kita selalu membuat tulisan. Entah itu berupa feedback yang kita berikan kepada siswa, jurnal mengajaar, atau sekadar chat yang setiap hari kita tulis di medsos. 

Jadi, menulis memang sesuatu yang tak asing bagi hampir setiap orang, terutama para guru. Namun, berbeda ceritanya bila yang dimaksud adalah menulis buku. Untuk yang satu ini, tidak semua orang tahu caranya. Bahkan, karena merasa begitu sulitnya menulis buku, tak sedikit yang menganggap menulis buku seperti berhadapan dengan jalan buntu, atau dinding tebal yang tak bisa ditembus. 

Perasaan hopeless yang dirasakan penulis, terutama yang baru saja hendak memulai menulis adalah sesuatu yang wajar. Karena itu, ada beberapa tips yang barangkali bisa membantu.

1) Ikut kelas menulis

2) Ikut komunitas menulis

3) Ikut lomba menulis

4) Menulis saja apa yang ada di sekitar/keseharian kita

5) Menulis apa saja yang kita suka


Dengan mengikuti kelas menulis, ada banyak hal tak terduga yang bisa kita dapatkan. Ini sebagaimana yang dialami narasumber ketika mengikuti kelas menulis bersama Omjay, Selain mendapatkan ilmu, tip, trik, dan motivasi menulis, narasumber juga mendapat kejutan yang tak terduga.

Bu Ditta mengirimkan sebuah tautan yang berisi catatannya ketika mendapat kejutan. Tentang hal itu bisa dibaca pada taitan https://dittawidyautami.blogspot.com/2020/04/hadiah-kejutan-dari-pgri.html?m=1. Ia mendapatkan hadiah buku berkat salah satu tulisan resumenya ketika mengikuti perkuliahan di grup menulis bersama Omjay. 

Selain buku, ia juga pernah mendapat hadiah berupa sepaket kurma ruthob dari KSGN dan PGRI berkat tulisannya yang dapat dibaca pada tautan https://dittawidyautami.blogspot.com/2020/04/kisahku-dan-kurma-muda.html?m=1. Itulah di antara manfaat mengikuti kelas menulis.

Selain mengikuti kelas menulis, narasumber juga menyarankan agar kita bergabung dengan komunitas menulis. Dengan mengikuti sebuah komunitas menulis, maka tulisan kita akan dibaca oleh anggota komunitas tersebut. Kita pun bisa membaca tulisan anggota yang lain. Dengan saling berbagi tulisan, kemampuan menulis kita menjadi terasah. 

Tip yang ketiga adalah mengikuti lomba menulis. Ini sangat baik bagi mereka yang menyukai tantangan. Dengan mengikuti ajang lomba menulis, kita menjadi terpacu untuk menulis berbagai tema sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Dari ajang seperti ini, kita akan mendapatkan inspirasi dan menjadi tahu titik kelemahan kita dalam menulis. 

Berikutnya adalah dengan menulis apa saja yang ada di sekitar kita atau kegiatan kita sehari-hari. Narasumber bercerita tentang pengalamannya ketika mengikuti kelas Menulis Bersama Omjay Gelombang7. Saat itu, hampir setiap hari Omjay mengirimkan sebuah foto. Ada foto kucing, rempeyek, ketoprak, gorengan, dan sebaginya. Waktu itu, Omjay meminta semua peserta menulis dari foto yang ia bagikan.

Terbukti, dari foto-foto itu, peserta berhasil membuat tulisan sesuai ketentuan minimal, yaitu tiga paragraf. Cara ini cukup ampuh dan menjadi bukti bahwa menulis apa saja yang ada di sekitar kita dapat mengasah kemampuan menulis. Bila cara ini masih belum mempan juga, cobalah membuat tulisan dari kegiatan sehari-hari. Menulis diari terbukti mampu mengasah keterampilan menulis.

Yang kelima adalah dengan menuliskan apa saja yang kita sukai. Dengan menuliskan apa yang disukai, kita menjadi senang menulis. Ini tentu sangat posistif dalam menjaga konsistensi menulis. Hobi apa saja yang kita sukai dapat disulap menjadi tulisan. Dengan selalu menulis, maka kemampuan kita pun menjadi semakin terasah. Jadi, tulislah apa saja yang kita suka dan kuasai. 


Media yang Tepat Untuk Menulis

Untuk menulis, kita perlu media. Nah, pada prinsipnya kita bisa menulis di media apa saja. Bisa di buku catatan harian, blog, HP, atau laptop. Saat ini sudah banyak platform menulis seperti storial dan wattpad. Kita bisa juga menulis di sana. Bahkan, kita juga bisa menulis di media sosial. 

Yang terpenting adalah kita bisa menjaga rutinitas menulis itu sendiri. Dengan menulis secara rutin, maka kemampuan menulis akan meningkat. Untuk itu, buatlah target menulis, misalnya satu puisi satu hari, satu artikel setiap minggu, satu buku setiap satu bulan, dan sebagainya.

Bila kita telah rutin menulis, selanjutnya mulailah untuk menerbitkannya. Kumpulan tulisan di blog bisa kita terbitkan dalam bentuk sebuah buku. Inilah cara kita naik kelas. Jadi, jangan hanya terus menulis di blog atau agenda harian. Lanjutkan pada proses berikutnya dengan cara menerbitkannya. Bila ini dilakukan, maka kita pun akan semakin senang dengan aktivitas menulis. Sebab, apa yang ditulis setiap hari, satu per satu berbuah menjadi sebuah karya buku.

Buku Solo atau Kolaborasi?

Dalam menulis buku, kita bisa memilih antara menulis buku tunggal atau solo dengan menulis bersama penulis lain. Ada beberapa hal yang bisa kita jadikan sebagai pertimbangan. Pertama, dari aspek waktu dan tema. Menulis buku solo sangat tergantung pada kita sendiri. Kita bebas menentukan temanya. Kita juga bebas menentukan waktu penyelesaiannya. Kita menargetkan selesai berapa lama? Satu minggu, satu bulan, atau satu tahun? Itu semua terserah kita. 

Berbeda dengan menulis buku solo, menulis karya bersama tidak bisa sekehendak kita dalam menentukan tema dan waktu. Hanya saja, menulis karya bersama lebih mudah dari sisi pengurusan prosesnya. Bagaimana pengurusan ke penerbit dan segala hal terkait sudah ada yang membantu dan menanganinya.

Dari sisi biaya, menulis karya bersama tentu lebih murah biayanya. Ini jika bukunya diterbitkan secara indie yang biayanya dari kantong pribadi. Karena ditanggung bersama, tentu saja buku karya bersama lebih murah bila dibanding menulis buku solo yang juga diterbitkan secara indie.

Kisah Dibalik Buku

Pada terbitnya sebuah buku ada kisah tersendiri. Narasumber membagi kisah dibalik lahirnya karya Lelaki di Ladang Tebu. Menurutnya, buku ini ia tulis dengan penuh cinta karena berisi kumpulan kisah yang terinspirasi dari anak didiknya. Setiap ada kejadian unik, atau dalam bahasa Munif Chatib "momen spesial" segera ia catat. 

Kumpulan catatan yang berisi kisah atau momen spesial itu tidak dibiarkan begitu saja. Namun, kisah-kisah nyata itu ia sulap menjadi cerpen. Mengapa cerpen? Karena ia lebih suka menulis tulisan fiksi. Dari kebiasaan rutin menulis itulah, terkumpul beberapa tulisan. Lalu, dari kumpulan tulisan itulah terbit sebuah buku. Begitulah kisah dibalik buku.

Seputar Mood dan mengatasi rasa Malas

Rasa malas terkadang menerpa penulis. Lantas apa yang bisa dilakukan? Gampang. Segarkan kembali pikiran dan hati. Kerjakan apa yang kita sukai. Bisa juga dengan membaca buku-buku ringan. Prinsipnya, jangan biarkan rasa malas berlama-lama bercokol di dalam diri kita. Kita bisa pergi ke depan cermin. Sambil  tersenyum di hadapan cermin, sadarilah bahwa dii kita ini adalah anugerah dari Allah swt. 

Kita menyimpan potensi yang sangat besar. Selanjutnya, kita bisa segera berkarya kembali dan menebarkan manfaat bagi orang lain dengan menulis. Dengan cara demikian, kita akan terus bisa berkarya dan tidak berlama-lama dengan rasa malas. 

Tak terasa, waktu terus berlalu hingga perkuliahan pun berakhir. Banyak peserta yang bertanya tentang menulis. Terima kasih, Bu Ditta atas semua ilmu yang disampaikan malam ini.


Terima kasih telah membaca. Masukan yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di postingan selanjutnya. Salam. Badrul Munir








.










Sabtu, 14 November 2020

Strategi Penerbit Menghadapi Dampak Covid

Saya merasa beruntung bergabung dengan Kelas Belajar Menulis Gelombang 16. Pasalnya, selain pelatihannya tanpa biaya, pematerinya juga orang-orang yang luar biasa. Mereka adalah para penulis yang sudah menghasilkan buku. Bahkan, beberapa hari terakhir dari penerbit mayor, Penerbit Andi dari Yogyakarta. 

Malam ini, narasumber dari Penerbit Andi kembali berkenan menyampaikan materi. Namanya adalah Agustinus Subardana. Jabatannya saat ini sebagai Direktur Pemasaran Penerbit Andi. Adapun moderator malam ini adalah ketua kelas, yaitu Pak Rizki Kurnia Rahman. 




Hari ini, Jumat tanggal 6 November 2020, pukul 19.00, kuliah dimulai. Setelah Bu Aam memperkenalkan pemateri dan sekaligus moderator yang kebetulan ini merupakan debut pertamanya di perkuliahan, Pak Rizki pun membuka forum dengan membaca basmalah.

Sehari-hari Pak Rizki mengajar Bahasa Indonesia di kelas VII SMP dan kelas XI SMA di Al Wahdah, Bombana, Sulawesi Tenggara. Meski menetap di Sulawesi, ia berasal dari Jawa Tengah. 

Setelah dipersilakan, akhirnya Pak Agus memulai materi. Judul materinya adalah "Strategi Pemasaran Buku Saat Pandemi Covid 19".  Teknis penyampaian materi dilakukan dengan memadukan audio berupa voice note dengan teks. Berikut hal-hal yang disampaikan.

Buku Sebagai Sumber Pengetahuan
Harus disadari bahwa buku merupakan salah satu sumber belajar. Untuk mendapat ilmu pengetahuan kita sangat membutuhkan buku. Begitu pula, untuk belajar kita membutuhkan buku. Karena itu, kebutuhan terhadap buku akan selalu ada, setidaknya di institusi pendidikan. Setiap jenjang pendidikan, mulai PAUD hingga Perguruan tinggi membutuhkan  buku.

Di luar lembaga pendidikan, secara alami masyarakat juga membutuhkan buku. Akan sangat baik bagi perkembangan pengetahuan seseorang bila sejak kecil dikenalkan pada buku. Orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk mengenalkan buku pada anak-anaknya sejak usia dini. Sehingga, dengan buku mereka akan mendapatkan sumber pengetahuan yang melimpah.

Tentu saja kebutuhan terhadap buku akan semakin tinggi bila budaya membaca semakin baik. Dalam hal ini, perlu dukungan dari semua pihak agar budaya membaca meningkat. Peningkatan budaya membaca pada gilirannya akan menciptakan budaya menulis. Dengan demikian, masa depan perbukuan akan semakin cerah. Pasalnya, buku telah menjadi kebutuhan di tengah-tengah masyarakat. Ini akan menciptakan peluang usaha dalam bidang penerbitan buku.

Pada kenyataannya, industri buku terus berkembang. Hal ini dipicu oleh faktor keuntungan yang cukup besar. Usaha perbukuan menjanjikan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan industri lain, khususnya usaha barang-barang konsumsi. Tercatat hingga saat ini yang telah menjadi anggota IKAPI sebanyak 1.328 penerbit. Dari jumlah tersebut, yang masih aktif sebanyak 711 penerbit. Sedangkan sisanya sudah tidak aktif lagi.

Dampak Covid pada Usaha Penerbitan
Musibah biasanya datang secara tak terduga. Pada awal bulan Maret 2020, semua negara terkena serangan pandemi covid 19. Akibatnya, banyak pelaku usaha yang mengalami kesulitan. Ini tentu saja berdampak pada kehidupan masyarakat. Ekonomi pun semakin terasa berat. Banyak kegiatan usaha yang mengalami dampaknya, tak terkecuali usaha penerbitan buku.

Secara umum, usaha penerbitan mengalami kesulitan, seperti menurunnya pendapatan dan terganggunya kegiatan usaha. Ini bisa terjadi karena:
1) banyak toko buku yang tutup selama berlangsungnya covid 19, terutama sepanjang bulan Maret hingga Mei 2020
2) minimnya pengunjung yang datang ke toko buku karena takut tertular covid 19
3) penurunan omset pemasukan yang mencapai 60 sampai 90%
4) selama covid 19 usaha penerbitan buku mengurangi jumlah buku yang terbit 
5) beberapa penerbit gulung tikar sehingga tidak lagi berproduksi
6) penjualan buku secara direct selling, dengan cara mendatangi langsung sekolah atau perguruan tinggi untuk menawarkan buku, tidak bisa dilakukan secara maksimal
7) semua konsumen dan pelanggan buku, baik masyarakat umum maupun instansi mengurangi pembelian buku karena anggarannya dialihkan untuk membeli alat-alat kesehatan untuk menghadapi covid.

Gramedia, sebagai  toko buku yang memiliki jaringan yang luas di seluruh kota-kota besar, juga tidak luput dari dampak covid. Sejak Maret hingga Juni 2020, neraca penjualannya mengalami penurunan yang sangat drastis. Titik terendahnya terjadi pada bulan April. Sejak bulan Juni, Gramedia mulai mengalami peningkatan penjualan meskipun tidak signifikan. Ini terjadi karena para pelanggan masih banyak yang khawatir tertular covid 19.




Startegi Pemasaran Buku Menghadapi Covid 19
Pelaku usaha tidak tinggal diam dalam menghadapi covid 19. Mereka mencari solusi dengan membuat strategi pemasaran. Untuk usaha penerbitan, strategi yang digunakan cukup unik. Pasalnya, buku memiliki jenis atau kategori. Sebagai contoh, penerbit Andi menerbitkan cukup banyak kategori buku. Bila dihitung  mencapai 32 kategori produk. Misalnya ada buku anak, buku bisnis, buku pertanian, buku fiksi, buku pengembangan diri, buku teks, dan sebagainya.

Dari kategori itu, penerbit kemudian melakukan pemetaan. Pemetaan dilakukan berdasarkan segmentasi jenis produk. Selain itu, penerbit juga perlu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait dengan dunia penerbitan. Mereka adalah pelaku bisnis yang berkaitan dengan buku. Dengan demikian, strategi pemasaran pada umunya dipengaruhi oleh faktor berikut.
1) Faktor mikro. Ini meliputi perantara, pemasok, pesaing, dan masyarakat.
2) Faktor makro. Ini mencakup demografi, ekonomi, politik, hukum, teknologi fisik, dan sosial budaya.

Sejauh ini penerbit Andi telah menerbitkan buku lebih dari 15.000 judul dengan 32 kategori. Penerbit Andi Offset telah bagian dari industri penerbitan buku. Usianya telah mencapai empat puluh tahun. Lebih jauh tentang penerbit Andi bisa dilihat melalui websitenya, www.andipublisher.com

Dengan mempertimbangkan faktor makro dan mikro di atas, Penerbit Andi menetapkan dua strategi pemasaran, yaitu pemasaran secara online dan offline. 

Strategi Online
Penerbit menyadari adanya transformasi digital. Maka, langkah yang diambil adalah dengan menggunakan digital marketing. Di antara manfaatnya adalah biayanya relatif murah, daya jangkaunya yang sangat  luas, mudahnya menentukan target pasar buku sesuai kategori, lebih mudahnya komunikasi dengan konsumen, lebih cepatnya populer, dan sangat membantu meningkatkan penjualan serta  mudah dievaluasi dan dikembangkan

Dengan demikian, maka langkah praktisnya adalah dengan melakukan promosi secara online. Penjualan pun juga bisa dilakukan secara online. Maka, dengan jumlah produk yang cukup banyak dan terdiri dari banyak kategori, langkah yang diambil adalah dengan membuat sebuah website. Di dalam website itu penerbit memajang semua produk buku yang diterbitkan berikut dengan harganya. Tak kalah pentingnya, penerbit juga melakukan promosi melalui media sosial. 

Penerbit terus melakukan langkah-langkah proaktif dalam berpromosi secara online untuk mendapatkan target berikut ini.
1) Menyebarkan informasi produk secara masif kepada target pasar potensial.
2) Mendapatkan konsumen baru dan mempertahankan konsumen yang sudah ada dengan menjaga kesetiaan mereka.
3)  Menjaga kestabilan penjualan saat kondisi pasar sedang lesu.
4) Menaikkan penjualan dan keuntungan.
5) Membandingkan keunggulan produk dengan produk pesaing.
6) Membangun citra produk di dalam benak konsumen.
7) Mempengaruhi dan mengubah minat, persepsi dan pendapat konsumen dari yang sebelumnya enggan menjadi mau membeli. 

Penerbit Andi Offset memiliki 20 orang tenaga pemasaran yang bergerak di dunia maya. Tidak hanya melalui media sosial semacam facebook, whatsapp, telegram, youtube, dan semacamnya, Andi Offset juga menjangkau konsumen melalui marketplace yang telah ditunjuk oleh Kemdikbud, yaitu blanja.com dan blibli.com

Marketplace yang ditunjuk pemerintah menggunakan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) untuk mendukung Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di sekolah melalui penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler.

Pemasaran secara online juga memanfaatkan jaringan komunitas. Model pemasaran ini dirasa efektif dan efisien karena tingkat keberhasilannya lebih tinggi. Penerbit Andi terus melakukan aktivitas pemasaran melalui komunitas dengan mengadakan webinar melaui zoom atau live youtube via Andi TV dengan tema-tema yang menarik.

Strategi Offline
Dalam hal ini penerbit melakukan pemetaan wilayah dengan membuka kantor cabang di setiap kota besar yang potensi pasarnya menjanjikan. Penerbit Andi telah memiliki 42 cabang di kota-kota mulai Aceh hingga Papua. Di setiap kantor cabang terdapat tenaga pemasaran yang siap mengeksekusi penjualan buku. 

Berdasarkan target pasar, strategi pemasaran secara offline ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1)  Toko Buku
Para penerbit yang memiliki percetakan dan memproduksi sendiri buku-bukunya, sebagian besar memasok bukunya ke toko buku. Untuk itu, para penerbit memetakan toko buku berdasarkan jenisnya. Ada tiga jenis toko buku, yaitu toko buku modern, semi modern, dan tradisional.

Pemetaan ini dilakukan karena setiap toko buku memiliki tata administrasi dan tempat yang berbeda. Toko buku modern misalnya, ia memiliki sistem transaksi mengikuti perkembangan  teknologi sehingga dapat dikendalikan secara sentralistik. Contoh toko buku jenis ini adalah Gramedia Bookstore, Gunung Agung Bookstore, dan Toga Mas Bookstore.

Adapun toko buku semi modern biasanya masih menggunakan sistem administrasi penjualan per toko. Pengendaliannya tidak sentralistik sebagaimana toko modern. Sedangkan toko buku tradisional sistem penjualannya masih bersifat manual. 

Untuk toko buku modern dan semi modern, penerbit bekerja sama dengan menggunakan sistem titip jual/konsinyasi.  Ini berbeda dengan toko buku tradisional yang kerja samanya dengan sistem jual putus atau kredit.

Tidak berhenti hanya melakukan kerja sama dengan toko buku, penerbit juga menerapkan strategi khusus pada masing-masing toko buku. Pada toko modern, ada beberapa kiat dilakukan penerbit. Pertama, menguasai display buku. Ini bertujuan untuk membuat tampilan buku menarik sehingga memancing minat pengunjung untuk membeli. 

Kedua, dengan cara melakukan promosi di internal toko dengan memasang promo produk di new books, banner, dan media promo lainnya yang ada di toko, misalnya menggunakan sound/audio dengan langsung mengumumkan kepada para pengunjung. 

Ketiga, dengan melakukan bedah buku. Ini berlaku pada buku baru. Bentuknya berupa talk show dengan memberikan potongan harga pada buku tersebut. Keempat, dengan mengadakan event tematik sesuai dengan momen yang sedang berlangsung, contohnya event bulan Ramadhan, program tahun ajaran baru, tahun ajaran mahasiswa baru, program tentang tanaman, perpajakan, dan sebagainya.

Kelima, melakukan komunikasi secara proaktif dengan pihak internal toko buku modern tersebut. Ini bisa berupa ide terkait layanan toko, misalnya dengan senyum, sapa, dan menanyakan buku yang hendak dibeli. Tentu saja pelayanan harus betul-betul memuaskan pelanggan, bukan malah membuat mereka tidak nyaman. 

Selain strategi di atas, tak kalah pentingnya juga senantiasa melakukan kontrol terhadap stok buku best seller atau buku lain yang telah menipis. Bila terjadi ketersediaan buku mulai menyusut, maka penerbit segera menawarkan agar toko melakukan  repeat order dan mengirimnya sesegera mungkin pada toko tersebut. Begitu pula dengan buku-buku yang penjualannya tinggi, penerbit juga perlu segera menambah stok untuk buku tersebut.

2) Direct selling
Penerapan strategi ini dengan cara memetakan jenis buku yang hendak ditawarkan. Untuk jenis buku tertentu pasti telah memiliki target pasar tertentu pula. Dalam hal ini penerbit telah memiliki tenaga pemasaran yang siap diterjunkan ke masing-masing target. 

Buku-buku yang bisa dipasarkan secara direct selling ini biasanya adalah buku pendidikan, berupa buku mata pelajaran dan buku pendamping mulai jenjang SD hingga SMA dan SMK. Buku Perguruan tinggi juga termasuk dalam kategori ini. 

Maka, semua buku perguruan tinggi untuk semua mata kuliah bisa dipasarkan secara direct selling. Begitu pula dengan buku referensi. Buku jenis ini diperuntukkan bagi semua jenjang pendidikan, mulai SD hingga perguruan tinggi dan juga masyarakat umum. 

Direct selling atau penjualan langsung ini dilakukan dengan cara menemui semua pengambil kebijakan. Bila itu sekolah maka menemui kepala sekolah. Bila itu perguruan tinggi maka menemui dosen, kaprodi, dekan, LPPM, para rektor, dan semua pemangku kepentingan. Tenaga pemasaran juga bisa mengunjungi setiap instansi yang memiliki perpustakaan.

3) Mengadakan event tertentu.

Strategi lainnya adalah dengan melaksanakan event-event seperti pameran buku, seminar, workshop, tryout, dan sebagainya.

Demikianlah materi yang disampaikan Pak Agus. Sebagai pimpinan yang menangani divisi pemasaran, Pak Agus merasa bangga telah menjadi ujung tombak dalam menyebarluaskan karya yang dapat mencerdaskan generasi bangsa.


Terima kasih telah membaca. Masukan yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di postingan selanjutnya. Salam. Badrul Munir


Sabtu, 07 November 2020

Step by Step Menerbitkan Buku

Rabu, tanggal 4 November 2020, Omjay belum bisa menyapa peserta. Semoga Omjay segera pulih kembali sehingga bisa beraktivitas sebagaimana biasa. Ihwal mengenai Omjay yang masih harus istirahat disampaikan oleh Bu Aam Nurhasanah yang mengambil alih kendali kelas dan menyapa penghuni grup whatsapp Belajar Menulis Gelombang 16.

Kamis, 05 November 2020

Menulis Buku yang Diterima Penerbit

Judul resume ini sengaja kujiplak bulat-bulat dari judul materi yang disampaikan narasumber. Alasannya, judul ini sangat memikat. Sebagai seorang penulis, siapa sih yang tidak mau naskahnya diterima penerbit? Mungkin hanya orang yang tidak punya naskah. Kalau begitu ya maklum. Orang yang tidak punya naskah tak akan pernah mengharapkan penerimaan penerbit. Wong naskahnya memang tidak ada. Ya, enggak?

Rabu, 04 November 2020

Belajar dari Penulis "Bukan Guru Biasa"

 Kegiatan perkuliahan di Grup Belajar Menulis Gelombang 16 semakin semangat. Para peserta saling mendukung dalam berbagai bentuk. Misalnya, dengan saling berkunjung di blog sesama anggota. Dari aktivitas blog walking semakin terjalin keakraban. Mereka yang biasa berkunjung dan dikunjungi, tak segan lagi saling memberi masukan demi perbaikan.

Senin, 02 November 2020

Betti Risnalenni, Guru yang Juga Pengusaha

Hari beranjak malam. Para peserta sudah tidak sabar untuk menyimak pemaparan narasumber di grup whatsapp Belajar Menulis Gelombang 16. Maklum saja, hari ini adalah hari Rabu. Sebagaimana jadwal yang sudah ditetapkan sejak awal pertemuan, bahwa kuliah dilaksanakan setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Adapun waktunya diselenggarakan setiap pukul 19.00.

Minggu, 01 November 2020

Bagaimana Menyulap Resume Menjadi Buku

 Menulis secara kronologis adalah menulis dengan mengungkapkan ide berdasar urutan waktu. Mungkin tulisan ini adalah satu di antara sekian contoh menulis berdasar urutan kronologis. Meski begitu, tulisan ini tidak menampilkan sebuah deret waktu secara saklek. Karena itu, penyebutan waktu hanya ditulis sesuai kebutuhan saja agar pembaca tidak terpaku pada sekadar waktu kejadian, melainkan pada apa yang terjadi.