Sabtu, 26 September 2020

Perjalanan Ke Pulau Mandangin

     Pulau Mandangin adalah sebuah pulau kecil yang terletak di selatan kabupaten Sampang. Untuk menuju ke sana, kita harus naik perahu. Perjalanan di tempuh selama sembilan puluh menit atau satu setengah jam. Itu bila cuaca normal. Bila cuaca berubah ekstrim, misalnya ada angin kencang atau ombak perjalanan akan sedikit lebih lama. Sepanjang waktu yang agak lama itu, para penumpang perahu biasanya lebih memilih tiduran atau rebahan di atas perahu. Namun, bila penumpang agak banyak, mereka tidak bisa untuk sekadar selonjoran kaki, apalagi tiduran. 




    Ihwal perjalanan ke Pulau Mandangin saat ini sebenarnya lebih cepat dibandingkan dengan zaman dahulu. Pada masa lalu, sebelum ada mesin, perjalanan sangat tergantung pada angin. Pasalnya, saat itu perahu digerakkan oleh layar saja. Bila tidak ada angin, perjalanan bisa ditempuh dalam waktu seharian. Begitulah cerita penduduk Mandangin dari para orang tua mereka. Para pegawai yang ditempatkan di Pulau Mandangin, baik tenaga guru atau paramedis, biasanya menginap selama beberapa bulan. Itu dilakukan karena memang perjalanan yang sulit. Itu dulu. Menyimak sejarah perjalanan ini, tentu saja para guru dan pegawai yang ditempatkan di Pulau Mandangin saat ini, mesti bersyukur. Setidaknya, kini mereka bisa pulang pergi dan tidak harus menginap berbulan-bulan. 

    Kisah para guru masa lalu yang ditempatkan di Pulau Mandangin sangat penuh dengan cerita yang mengundang decak kagum. Pasalnya, saat itu mereka bertugas di pulau yang masih sulit diakses. Ya, Mandangin saat itu hanya bisa diakses dengan perahu yang digerakkan dengan tenaga layar. Hal ini pernah penulis dengar secara langsung dari guru penulis, yaitu Bapak Pana Prapta Sumarta. Beliau adalah guru yang puluhan tahun mengabdi di Mandangin. Bahkan sejak diangkat hingga purnatugas beliau dedikasikan untuk mencerdaskan anak-anak Mandangin. Belaiu ditugaskan di Mandangin sejak tahun tujuh puluhan. Yang jelas pada saat beliau berangkat dari rumahnya di Kulon Progo Yogyakarta menuju pulau Mandangin yang masih sangat tertinggal. Belum ada listrik, perahu pun masih digerakkan tenaga angin. Bila tidak ada angin, perjalanan bisa memakan waktu seharian.  



    Semestinya, mereka, para guru purnatugas yang pernah mengabdi di pulau terpencil mendapat penghargaan yang sepadan dengan pengabdiannya. Meski penulis yakin, mereka tidak mengharapkan hal itu, tetapi sebagai pemimpin yang memiliki visi ke depan tentunya para pihak yang duduk sebagai pemerintah atau pengambil kebijakan mesti tidak melupakan para guru perintis yang pernah mengabdi di seluruh pelosok negeri yang memang terpencil dan terisolir saat itu.

    Meminjam istilah yang populer belakangan, janganlah memakai jas merah. Jangan pernah melupakan sejarah.  Dengan mengetahui sejarah, kita menjadi memaklumi dan mensyukuri apa yang kita nikmati saat ini. Berkaitan dengan perjalanan ke dan dari pulau Mandangin, waktu tempuh sudah semakin cepat. Selain itu, intensitas perahu yang melayani rute Mandangin-Sampang juga semakin meningkat. 

    Sebelum tahun 2008, perahu yang melayani rute itu hanya beroperasi sekali berangkat dan sekali pulang dalam sehari. Masyarakat Mandangin biasanya berangkat ke Sampang jam 5.30 pagi. Lalu pulang kembali ke Mandangin sekitar jam sebelas atau maksimal jam dua belas siang. Begitu pula dengan orang-orang luar Mandangin harus menyesuaikan dengan jadwal perahu yang memang berangkatnya hanya sekali pulang dan pergi. Orang luar pulau tidak punya pilihan selain menginap semalam. Dengan jadwal seperti itu, mereka hanya bisa ke Mandangin di siang hari, lalu kembali ke Sampang keesokan paginya. Hal itu membuat orang yang tidak memiliki keluarga atau teman di Pulau Mandangin akan berpikir berkali-kali untuk pergi ke sana. 

    Sejak tahun 2008, mulai ada perahu yang berangkat di jam yang berbeda. Ada perahu yang berangkat jam delapan dan juga jam sepuluh pagi. Mereka kembali ke Mandangin pada jam tiga sore. Bahkan ada pula perahu yang membuat jadwal jam empat atau lima sore dari Mandangin dan kembali pada jam 20.00. Namun jadwal yang terakhir ini akhirnya terhenti karena tidak banyak peminatnya. 

    Dalam hal peningkatan intensitas jadwal ini, peranan para guru tidak bisa dipandang sebelah mata. Para guru yang berasal dari Sampang atau kota-kota lain di Madura berinisiatif mencarter perahu dengan biaya dari kantong mereka sendiri. Dengan demikian, sekarang ada perahu yang berangkat jam 5.30 dari pelabuhan Tanglok, Sampang. Pulangnya mengikuti jadwal pulang guru PNS. 

    Dengan meningkatnya frekuensi jadwal keberangkatan perahu, tentu secara langsung meningkatkan mobilitas penduduk. Orang-orang luar yang sekadar ingin tahu atau melihat-lihat keadaan pulau dan masyarakat Mandangin bisa berangkat pagi dengan menumpang perahu catrteran para guru. Dengan demikian, mereka tidak perlu menginap karena ada beberapa alternatif jadwal perahu yang berangkat ke Sampang di siang hari. 


Sumber:

1) gambar: hasil jepretan sendiri

2) video: https://youtu.be/wiU1AZCjtMY


    



    


   

    

     

    

2 komentar:

  1. Bagus pak artikelnya suka menulis y pak bagi dong ilmunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, sudah mampir, Bu. Masih belajar Bu. Belajar menulis dengan banyak menulis, Bu.

      Hapus