Jumat, 23 Oktober 2020

Menepis Kendala Mengukir Karya

Sebagaimana jadwal yang sudah ditetapkan, pada Rabu, 21 Oktober 2020, jam 19.00 kuliah kedelapan dibuka. Setelah dipersilahkan oleh tuan rumah, moderator, yang kali ini adalah Mr. Bams membuka acara. Mr. Bams mengirim sebuah file yang berisi curriculum vitae pemateri malam ini.


Seperti yang tertera di poster, pemateri malam ini memiliki nama Noralia Purwa Yunita, M.Pd. Ia lahir di Kudus, 12 Juni 1989. Sehari-hari bekerja sebagai guru di SMP Negeri 8 Semarang. Sebagai seorang guru, ada beberapa kesibukan yang melekat pada dirinya. Misalnya, ia menjadi pembimbing ekstrakurikuler KIR SMP dan anggota MGMP IPA dan Prakarya.

Ia juga terlibat dalam beberapa kegiatan pengembangan diri. Di antaranya menjadi anggota Komunitas Koordinator Virtual Indonesia (KKVI), salah satu tim admin di website guru penggerak, penulis di YPTD, penulis blog, dan tergabung dalam Komunitas Sejuta Guru Ngeblog (KSGN).

Wanita yang biasa dipanggil Nora ini memiliki banyak  prestasi yang cukup bisa dibanggakan. Di antaranya, Juara Harapan I lomba karya tulis di Universitas Negeri Semarang, mendapat program pendanaan dari Dinas Provinsi Jawa Tengah pada program fasilitasi karya ilmiah tingkat Provinsi Jawa Tengah, dan pernah berhasil membimbing hingga meraih juara I lomba karya tulis ilmiah SMA tingkat Jawa Tengah. 

Sejauh ini, Bu Nora telah berhasil menerbitkan empat buku. Satu buku solo, dua buku antologi, dan satu buku karya bersama dengan Prof. Eko. Di samping itu, ia juga sedang mempersiapkan tiga buah buku yang sedang dalam proses penerbitan.  


Bagi Nora, pandemi, selain membawa perasaan khawatir, juga membawa berkah tersendiri. Pasalnya, pada musim wabah inilah ia bisa memulai kembali mengukir karya. Buku-buku yang sudah terbit itu semuanya naik cetak di masa wabah ini. Selain buku, ada juga beberapa artikel yang dimuat media cetak. 


Dalam hal ini, Nora juga mengakui adanya peran Omjay. Sebab, Nora juga pernah belajar menulis bersama Omjay, tepatnya di gelombang delapan. Menurutnya, di gelombang delapan itulah ia kenal dengan Prof. Eko Indrajit, yang saat itu menjadi salah satu narasumber. Saat itu, Prof. Eko menantang peserta untuk menulis karya bersama dalam waktu satu minggu. 

Dari ratusan peserta, hanya sebelas orang yang menerima tantangan tersebut. Salah satunya adalah Nora. Ternyata, itu adalah sebuah pengalaman tak terlupakan dan sangat berkesan. Betapa tidak, tidak hanya ilmu menulis yang ia dapat, tetapi juga kesempatan menulis buku yang diterbitkan penerbit mayor. Pertama kalinya menulis, langsung bisa diterbitkan penerbit besar. 

Nah, apakah kita-kiat narasumber sehingga dapat menghasilkan banyak buku di tengah kesibukannya yang begitu banyak? Rupanya, sederhana saja. Ada tiga kata yang ia rekomendasikan. Yaitu niat, paksa, dan mau. Jadi, untuk mulai menulis harus diawali dengan niat yang kuat. Setelah niat, maka harus dipaksa. Sekadar niat tanpa ada tindakan nyata tentu hanya omong kosong.

Karena itu, agar kita mau menulis, maka harus dipaksa untuk menulis. Selanjutnya, bila sudah merasa dipaksa, tentu harus mau. Sebab, tanpa adanya kemauan, tentunya tak akan pernah tergerak untuk menulis. Itulah resep sederhana untuk menulis buku di tengah-tengah kesibukan yang lain.

Memang benar, menulis itu tak seperti sebuah perjalanan yang mulus. Menulis itu banyak kendalanya. Apalagi di musim pandemi seperti saat ini. Kesibukan guru meningkat karena harus melakukan pembelajaran secara daring. Faktanya, pembelajaran secara daring lebih banyak menyita waktu para guru karena membutuhkan persiapan yang lebih banyak.

Dari pengalaman pemateri, ada beberapa kendala yang ia hadapi. Berikut adalah kendala dan cara Bu Nora mengatasinya.

Pertama, banyaknya tugas dan kegiatan yang harus dilakukan. Sebagai guru, tentu banyak beban dan tanggung jawab yang harus diselesaikan. Karena itu, ini menjadi kendala yang sangat besar. Selain itu, sebagai seorang ibu dari dua orang anak yang masih kecil-kecil, sekaligus juga sebagai seorang istri, semuanya menuntut tanggung jawab dan menghasilkan kegiatan yang tidak sedikit.

Cara menghadapinya adalah dengan menetapkan skala prioritas. Dengan cara ini, maka kita akan mampu menjadi seorang penulis yang produktif. Dahulukan yang menjadi tanggung jawab. Selesaikan tugas yang mendesak. Dengan cara seperti itu, maka kita kan lebih fokus dalam menulis. Sebab, kita sudah menyelesaikan tanggung jawab utama, baik sebagai guru atau orang tua.

Yang kedua, rasa malas dan jenuh. Bu Nora mengakui dirinya sebagai orang yang mudah ditimpa rasa jenuh. Ini terjadi karena sering melakukan suatu aktivitas yang berulang-ulang. Kegiatan rutinitas sangat rentan menghasilkan rasa jenuh. Akibatnya, datanglah rasa malas. 

Untuk menghilangkannya adalah dengan melakukan kegiatan lain sebagai refreshing. Bu Nora biasa menonton film. Kadang juga membaca novel online, atau kegiatan apa pun yang dapat membuat rasa malas dan jenuh segera hilang. Selanjutnya, bila semangat sudah berhasil dikembalikan, maka ia langsung tancap gas untuk berkarya.  Pesannya, jangan biarkan rasa malas menguasai diri kita terlalu lama. Cukup satu sampai dua hari saja.

Kendala ketiga adalah krisis ide. Mau menulis tapi tak puny aide. lalu apa yang harus dikerjakan? Pemtaeri biasa menggunakan jurus Pak Akbar Zainuddin. Yaitu dengan menuliskan segala sesuatu yang diindra dan dirasakan. Sebab, hakikatnya semua yang kita lihat dan kita rasakan adalah sumber ide itu sendiri.

Ada beberapa contoh tulisan Bu Nora yang berangkat dari jurus ini. Misalnya tulisan di link ini:  https://noraliapurwa.blogspot.com/2020/05/eksotika-pantai-bandengan-jepara.html, yang berangkat dari pengindraan terhadap tempat rekreasi. Ia menuliskan kisah perjalanan dan kegiatan rekreasinya bersama keluarga, yang dipadu dengan deskripsi tempat rekreasi yang menurutnya menarik.

Tulisan pada link: https://noraliapurwa.blogspot.com/2020/05/memahami-dunia-anak-lewat-tontonan.html ini juga berangkat dari keadaan krisis ide. Tulisan ini bukan menulis tentang film yang ditonton, tetapi hanya mengambil bagian tertentu yang dapat menginspirasi para orang tua. Misalnya, tentang kisah seputar anak dan sisi psikologisnya.

Sedangkan tulisan pada link: https://noraliapurwa.blogspot.com/2020/06/menjadi-orang-tua-kedua.html ini adalah berupa ungkapan perasaan terkait posisinya sebagai wali kelas. Wali kelas  ibarat orang tua siswa di sekolah. Mereka menjadi tumpuan siswa dalam mengukir prestasi dan menyelesaikan masalahnya.

Dengan mencermati uraian narasumber malam ini, para peserta semakin memaklumi betapa aktivitas menulis itu sebenarnya sangat menarik dan menyenangkan. Segala apa yang dirasakan penulis bisa menjadi ide tulisan. Bila menulis sudah menjadi kebiasaan, seseorang akan mampu menghadapi semua kendala dalam kegiatan menulisnya. Menulis menjadi kebutuhan. Tidak sekadar untuk curhat. Menulis akan menjadi jalan untuk mengukir prestasi. 




Terima kasih telah membaca. Masukan yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di postingan selanjutnya. Salam. Badrul Munir









6 komentar:

  1. Keren pak, meresume dari sudut pandang tertentu.. semangat dan moga sukses

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin terima kasih, doa dan mampirnya, Bu.

      Hapus
  2. Resumenya mantap! Penutupnya keren, Pak! Ditambah pengalaman pribadi pasti akan sepertinya akan lebih keren. Tabik.

    BalasHapus
  3. Bagus sekali resumenya pak,sukses selalu

    BalasHapus