Minggu, 22 November 2020

Proses Kreatif Menulis Buku dalam Seminggu

Rabu malam, tanggal 11 November 2020, jam 19.00 perkuliahan di grup whatsapp Belajar Menulis Gelombang 16 dimulai. Pemateri kali ini adalah seorang ibu guru yang mengajar di SDN No. 30 Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Namanya adalah Jamila K. Baderan. Dalam dunia menulis, seperti yang dapat dibaca di dalam blog pribadinya, ia telah melahirkan dua buku solo dan satu buku karya bersama dengan Prof Eko Indrajit. 

Buku solonya berjudul Kwartet Media Bermain dan Belajar (2018) dan Ekspektasi vs Realitas (2019). Sedangkan buku karya bersamanya berjudul Design Thinking Membangun Generasi Emas dengan Konsep Merdeka Belajar (2020). Lebih jauh tentang profil narasumber bisa disimak pada tautan https://encikmila.blogspot.com/2020/11/profil.html.



Moderator malam ini adalah Bu Aam Nurhasanah. Ia membagi forum dalam dua sesi, yaitu presentasi dan tanya jawab. Sebelum menyerahkan waktu kepada narasumber, ia mengajak para peserta berdoa untuk kesembuhan Omjay yang sedang sakit. Usai memimpin doa, moderator mempersilakan narasumber masuk kelas.

Narasumber masuk kelas dengan menyapa para peserta menggunakan ucapan salam. Setelah itu, ia menyampaikan terima kasih kepada Omjay atas kesempatan berbagi kepada para peserta. Ia juga berterima kasih kepada moderator. Lalu, berdoa untuk Omjay. Begitulah orang-orang hebat bersikap. Selalu bersyukur dan berterima kasih. Selalu tidak melupakan peran orang lain. 

Setelah melakukan aktivitas prolog narasumber pun menyampaikan materinya. Disadari atau tidak, setiap orang memiliki ekspektasi dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Peserta grup whatsapp Belajar Menulis ini pun pasti memiliki ekspektasi dari kegiatan yang diikutinya. Namun, tidak semua ekspektasi bersesuaian dengan realitas yang dihadapi. Itulah yang kemudian menginspirasi narasumber yang biasa dipanggil Bu Mila ini menulis sebuah buku dengan judul Ekspektasi vs Realitas.


Berkaitan dengan belajar menulis, pastilah harapan terbesarnya adalah melahirkan karya berupa buku. Dengan menulis buku, kita berharap bisa meninggalkan jejak dan peninggalan yang baik setelah kita tidak lagi bisa bernafas. Namun, tentu saja menulis buku itu harus ditempuh dengan sebuah proses yang bisa jadi akan sangat panjang. 

Memang benar bahwa menulis itu tampak sangat mudah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menulis. Namun, bila kita mencermati lebih jauh, pembaca yang akan membaca karya kita pastilah memiliki ekspektasi. Karena itu, kita pun berpikir tentang karya yang kita hasilkan. Betulkah karya kita sudah memenuhi ekspektasi para pembacanya? 

Ketika kita menulis sebuah buku, kita mesti menulisnya dengan sebuah keinginan mulia. Bahwa karya kita memiliki nilai yang tinggi sehingga mampu memberikan manfaat bagi orang lain, terutama masyarakat pembaca yang membaca karya tersebut.

Nah, berbicara tentang bagaimana mewujudkan sebuah ekspektasi, kita perlu menyadari bahwa hal itu tidaklah semudah yang kita bayangkan. Contohnya, dalam hal menulis sebuah karya bermutu tinggi jelas tidak gampang. Banyak tantangan dan rintangan yang menghambat di hadapan kita. Tantangan tersebut bisa berasal dari luar dan juga dari dalam diri kita sendiri.

Dibanding hambatan yang berasal dari luar, hambatan dari dalamlah yang lebih berat untuk dihadapi. Sering kali kita dihadapkan pada mood yang buruk atau niat yang kurang kuat. Karena itu, untuk mengubah ekspektasi menjadi prestasi, ada dua hal perlu kita ubah, yaitu mindset dan passion

Mindset adalah cara dalam memandang sesuatu yang mempengaruhi sikap dan tindakan kita. Sedangkan passion adalah sesuatu yang membuat kita menikmati apa yang kita lakukan sehingga tidak pernah merasa bosan. 

Kedua hal inilah yang  dibahas secara detail oleh Bu Mila dalam bukunya. Buku yang ditulis secara kolaboratif bersama dengan Prof. Eko Indrajit ini diterima dan diterbitkan oleh Penerbit Andi dengan tanpa revisi.

Nah, ada secuil kisah terkait proses kreatif penulisan buku tersebut. Sebenarnya, saat menerima tantangan Prof. Eko untuk menulis buku dalam seminggu, ada sejuta keraguan yang menyelimuti hati dan pikiran Bu Mila. Ada berbagai pemikiran negatif menghantui. Namun, itu semua dapat ia tepis dengan kenekatan, niat dan tekad yang kuat, serta konsistensi.

Pola pikir positif itulah yang akhirnya mengubah ekspektasi menjadi sebuah prestasi. Bu Mila terperanjat seolah tak percaya, saat Pak Joko mengumumkan bahwa tulisannya lolos tanpa revisi.  Ia tidak pernah menyangka bahwa tulisan yang menurut penilaian pribadinya hanyalah tulisan biasa, ternyata memiliki takdir yang luar biasa.

 Dari pengalaman itulah, Bu Mila belajar beberapa hal dalam menulis, yaitu bahwa hendaknya kita
1. menulis apa yang ingin kita tulis
2. menulis apa adanya, tanpa beban dan tekanan
3. menjadikan menulis sebagai sebuah kebutuhan
4. menulis hingga tuntas, dengan tanpa memikirkan editing
5. menulis dalam waktu yang tidak terlalu lama.
6. tidak memikirkan baik buruknya tulisan kita, karena pembacalah yang nantinya akan memberikan penilaian

Mengatasi Kendala Menulis
Dalam menekuni dunia menulis, terkadang ada beberapa hambatan yang membuat kita terhenti seperti sebuah kendaraan yang sedang membentur tembok. Terkadang kita terhenti karena tidak punya ide. Bagaimana cara mengatasinya? Dalam hal ini kita bisa menulis apa saja yang ada di sekitar kita. Dengan sedikit memperhatikan lingkungan sekitar, atau bahkan benda yang ada di  hadapan kita, atau anak-anak yang bermain di hadapan kita, itu bisa menjadi sumber ide.

Selain lingkungan sekitar, kita juga bisa menulis apa saja yang terlintas di pikiran kita saat itu juga. Kita bisa menuliskan hal-hal kecil yang barangkali dianggap remeh orang lain. Namun, bagi seorang penulis sesungguhnya tidak ada hal yang remeh. Karena semua hal bisa dipoles menjadi sesuatu yang bermakna. 

Terkadang kita menemukan ide, tetapi tidak ada media. Maka, segeralah manfaatkan benda apa saja yang sedang kita bawa. Kita bisa menulis di secarik kertas, atau di handphone. Menurut, Bu Mila, ia pernah menulis di telapak tangan dan di pahanya. Itu karena ia sedang tidak membawa media lain. Menuliskan lintasan ide itu penting karena bila ditunda, bisa jadi ide itu akan menguap dan hilang.

Hambatan lainnya karena tidak memiliki hobby menulis. Bila seperti ini, maka jalan satu-satunya adalah terus menulis. Sebab, hobby itu adalah sesuatu yang dilakukan secara terus menerus. Mungkin, pada awalnya kita tidak hobby menulis, tapi bila kita terus menulis, itu akan menjadi hobby baru. 

Ada juga penulis yang terhambat oleh mood. Bu Mila merasa dirinya termasuk penulis yang moody. Namun, dengan tekad dan niat yang kuat ia berhasil memenuhi ekspektasinya. Tantangan berat dari Prof Eko dapat ia rampungkan berkat keteguhan tekad dan niat. Meskipun awalnya tidak yakin dan merasa berat, namun akhirnya ia mencapai realitas yang diidamkan.

Hambatan lain adalah godaan editing. Sering kali penulis tergoda untuk segera mengedit tulisan yang belum selesai. Padahal, dengan cara itu tulisannya tak akan pernah selesai. Maka, untuk mengatasi hal ini hanya dengan  satu kata, yaitu tuntas. Dengan prinsip menulis tuntas, maka kita tidak akan tergoda untuk berhenti menulis sebelum tulisan tersebut selesai. 

Sebagian orang menganggap kemampuan menulis belum seberapa. Mereka menganggap dirinya masih berada dalam tataran what to write, dan masih belum menapaki what is it for, untuk apa menulis dan apa manfaatnya. Untuk mengatasi hal ini, hendaknya kita menulis tanpa beban dan tekanan. Menulislah tanpa penilaian pribadi terlebih dahulu. Menulislah secara bebas tanpa tekanan. Masalah penilaian biarlah pembaca yang melakukannya.

Proses Kreatif Menulis Buku dalam Seminggu
Menulis buku tidaklah gampang. Apalagi menulisnya dalam waktu seminggu. Itu tampak mustahil bagi seorang penulis pemula. Namun, segala hal ada ilmu dan rahasianya. Ketika ada peserta yang bertanya tentang bagaimana proses kreatif menulis dalam waktu seminggu, narasumber menjawab sebagai berikut.

Proses kreatif menulis tidak terlepas dari aktivitas membaca. Sebab, antara membaca dan menulis ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Menulis tanpa membaca tentu akan dangkal. Dalam hal menulis dalam waktu seminggu, tentu saja membutuhkan sebuah perjuangan ekstra. 

Ibaratnya siang jadi malam dan malam pun jadi siang. Namun bila diurutkan langkah awal dilalui dengan membuat judul. Lalu membuat kerangka. Setelah itu mencari referensi dan menuangkannya dalam paragraf. Selebihnya adalah menulis hingga tuntas. Terakhir sekali adalah editing.

Penutup
Narasumber menyampaikan pesan terakhir setelah menjawab pertanyaan para peserta. "Bahwa menulis merupakan suatu tantangan antara harapan dan kenyataan. Ekspektasi dalam menulis harus terus kita perjuangkan dengan niat, tekad, nekad dan konsisten. Realitas berupa prestasi adalah buah dari perjuangan. Maka berjuanglah menuntaskan karyamu, agar jejak yang ditinggal bermanfaat bagi generasi setelah kita."





Terima kasih telah membaca. Masukan yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di postingan selanjutnya. Salam. Badrul Munir



2 komentar: